Aku menjadi takut kehilangan kamu, ada yang hilang ketika tubuhmu tak berada disampingku. Seakan kamu mengendalikan otak dan hatiku, banyak sebab yang tak kumengerti sedikitpun, aku sulit jauh darimu. Aku membutuhkan kamu seperti aku membutuhkan udara, napasku tercekat ketika kamu tak ada lagi untukku. Salahkah bila kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tak sama dengan sikapku, perhatianmu tak sedalam perhatianku, tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Apa ada yang salah dengan aku dan kamu? Apa kamu tak merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tidak pernah memikirkanku. Berdosakah aku jika seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu merasa kehilangan kamu, dan kamu selalu pergi tanpa meminta izin. Ha? meminta izin? Memang aku ini siapa? Kekasihmu? Bodoh! Hadir dalam mimpi mu saja aku sangat bahagia apalagi memilikimu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu, pandanglah aku yang selalu tulus mencintaimu namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Sebegitu tidak pentingnya kah aku di matamu? Apakah aku hanya sebuah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan juga kau tinggalkan?
Aku tak bisa berbicara banyak tentang cinta dan tentang semuanya yang telah terjadi. Aku tak bisa berbicara tentang rindu, jika berkali-kali kau ciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa, aku hanya bisa memandangimu dan membawa namamu dalam setiap percakapan panjangku dengan Tuhan.
Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlalu banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintai kamu yang tidak mencintai aku, aku mengagumi kamu yang tidak paham rasa kagum itu.
Aku bukan siapa-siapa dimatamu dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya dimanakah kau letakkan hati yang telah kuletakkan untukmu? Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tau soal perasaanku. Siapakah yang telah beruntung memiliki hatimu?
Mungkin... semuanya memang salahku. Yang begitu cepat menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku, yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku tumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagai teman, namun sebagai orang yang begitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semuanya jauh dari harapku selama ini. Mungkin, aku terlalu banyak berharap. Aku tak menyadari posisiku dan letakmu yang sungguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bersalah.
Tenanglah, aku sudah terbiasa tersakiti, terutama yang sebabnya soal kamu. Mungkin kamu tak menyadari aku berbohong jika aku bisa melupakanmu.
dari seseorang yang kehabisan cara membuktikan rasa cintanya,
Maula Salsabilla
Tidak ada komentar:
Posting Komentar