Akhirnya, aku sudah sampai ditahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah aku bayangkan. Aku terhempas terlalu jauh dan jatuh terlalu dalam. Aku pikir, langkahku sudah benar, aku pikir anggapanku adalah segalanya. Ternyata aku salah, menyerah adalah yang aku pilih, meskipun aku masih ingin memperjuangkan kamu.
Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sampai sejauh ini. Jika dari dulu aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin kita sudah tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala perhatianmu adalah arti terselubung dari cinta. Bukankah seseorang yang sedang jatuh cinta menganggap segala sesuatu yang biasa menjadi spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu di sela-sela dingin malam ku. Aku boleh tersenyum ketika detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberikan kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan.
Aku mencintaimu, sungguh. Tapi, aku dilarang menuntut ini itu, aku hanya temanmu.
Sejak dulu, harusnya aku tak perlu memperhatikanmu se detail itu, seharusnya tak perlu aku mencari tahu kontakmu dan ku hubungi kamu dengan lugu. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin tak akan ku rasakan rasanya meluruhkan air mata di pipi.
Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir. Ini bukan akhir yang kupilih. Seandainya aku dapat memilih akhir cerita, aku hanya ingin mendekapmu sehingga kautahu, disini aku selalu bergetar ketika mendoakanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar